Kalau sebagian anak yang tinggal di kota menganggap
Polisi hanyalah seorang yang bertugas menangkap penjahat atau menilang
pengendara yang melanggar aturan di jalan raya, beda halnya dengan anak-anak di
pulau ini. Bagi mereka, Polisi adalah guru sekaligus teman yang asyik untuk
bermain.
Batu Putih,
PORTALBERAU- “Pak Polisiiii, ayo sudah pakkk,” terdengar suara teriakan riang
khas anak-anak pulau memanggil Kepala Pos Polisi (Kapospol), Muhammad Yusuf,
yang bertugas di pulau mereka. Sementara Kapospol yang dipanggil, berada di Pos
Polisi sedang menerima tamu dari luar pulau.
Suara ombak dari bibir
pantai, mengiring langkah kecil mereka menuju jembatan kayu yang menjurus ke
tengah pantai. Meski terik matahari di siang bolong kala itu menyengat kulit
coklatnya, tak lantas menyurutkan niat anak-anak pulau ini bergegas menuju
sebuah bangunan favorit mereka di atas pantai.
Ada yang bersepeda, tapi
tak kalah banyak juga yang berjalan kaki sambil berlari-lari mengusili teman disebelahnya.
Ditangannya, masing-masing membawa buku bergambar, dengan beragam tokoh kartun
anak-anak sebagai sampulnya.
Angin laut, suara ombak,
terik matahari, aroma khas ikan kering, senyuman ceria, senda gurau, hingga
senandung beberapa lagu populer yang keluar dari mulut anak-anak ini menambah
sempurna Pulau Balikukup.
Ya, mereka adalah generasi
muda Pulau Balikukup. Sebuah Pulau yang letaknya berada di wilayah administrasi
Kecamatan Batu Putih. Cukup jauh dari pusat Kota Tanjung Redeb. Ditempuh melalui
jalur darat sekitar 4 jam, yang kemudian diteruskan melalui jalur laut
menggunakan kapal selama kurang lebih 6 jam.
‘Pustaka Apung’, inilah
bangunan favorit yang hampir setiap hari dikunjungi anak-anak Pulau Balikukup setelah
pulang sekolah. Bangunan milik Pemerintah Kampung yang disulap menjadi
perpustakaan sekaligus pusat belajar dan bermain bagi anak-anak pulau ini,
memiliki daya tarik tersendiri. Di bagian depannya, tampak lukisan seekor satwa
purba yang menjadi maskot Kabupaten Berau ‘Penyu’. Di beberapa bagian
dindingnya terdapat rak-rak buku ala kadarnya, serta beberapa alat peraga yang
biasa digunakan anak-anak pulau untuk belajar bersama.
Pustaka Apung yang persis
berada di atas air laut juga menjadikan suasana belajar semakin asyik, apalagi
sesekali muncul penyu berenang malu-malu di bawah kolong Pustaka Apung. Hal itu
membuat semangat mereka untuk mengunjungi Pustaka Apung tak pernah pasang surut
seperti air di laut.
Siapa yang tak bahagia,
melihat anak seusia mereka begitu bersemangat untuk belajar menulis, berhitung
dan membaca? Semangat yang berkobar dalam jiwa mereka, dan itu tampak begitu
alami dari raut wajahnya saat berkaca dengan tumpukan buku-buku edukasi di Pustaka
Apung.
“Biarpun saya ada tamu,
kadang saking semangatnya, anak-anak ini tetap datang memanggil dan mengajak
saya ke Pustaka Apung untuk kembali belajar membaca atau mewarnai. Semangat
mereka luar biasa, kita yang melihatnya bahagia rasanya,” kata Kapospol Pulau
Balikukup, Pak Yusuf, begitu anak-anak menyapanya akrab.
Didirikannya Pustaka
Apung, dikisahkan Kapospol Yusuf, awalnya merupakan bentuk keprihatinan atas
banyaknya anak usia sekolah di pulau ini yang masih tak bisa membaca dan putus
sekolah. Angka putus sekolah yang cukup tinggi itu, kemudian dikhawatirkan akan
menjadikan generasi Pulau Balikukup sulit bersaing dengan daerah luar.
Secara bergantian bersama
beberapa orang anggotanya, setiap hari Pustaka Apung selalu dipenuhi anak-anak
pulau, mulai dari belajar membaca, menulis, mewarnai, hingga membuat
benda-benda kerajinan tangan dari batok kelapa maupun kain flanel yang dibentuk
sedemikian rupa. Kadangkala hasilnya mereka jual ke teman-teman di sekolah,
yang kemudian uangnya ditabung.
“Perbandingannya 3
banding 1, kalau yang lulus ada 3 biasanya yang 1 tidak melanjutkan. Itu sudah
angka yang cukup besar kalau untuk di
sini. Apalagi, kebanyakan dari anak-anak ini masih kurang bisa membaca, makanya
kita berinisiatif untuk mendirikan perpustakaan yang sekaligus menjadi tempat
belajar anak-anak baik yang masih sekolah maupun yang sudah putus sekolah,”
tuturnya.
Meski awalnya terasa
sulit, namun seiring berjalannya waktu, Pustaka Apung kian berkembang. Dari
yang semula hanya ada beberapa buku, kini sudah mulai memiliki cukup koleksi
buku edukasi. Bahkan, setiap bulannya selalu ada sumbangan buku dari
Bhayangkari yang sengaja dititipkan untuk anak-anak pulau.
Sejak keberadaan Pustaka
Apung, diakui Kapospol Yusuf, anak-anak pulau ini semakin akrab dengan Polisi.
Bahkan hampir seluruh anak menganggap Polisi adalah guru dan teman bermain bagi
mereka. Tidak ada rasa takut seperti yang kebanyakan dirasakan anak-anak lain terhadap
Polisi.
“Selama ini kan doktrin
di anak-anak Polisi itu harus ditakuti. Tapi bagi anak-anak pulau ini kami
adalah teman mereka. Tidak ada jarak bagi kami untuk bisa berkomunikasi kapan
pun. Bahkan waktu ada Kapolsek datang, saya menemani Kapolsek, anak-anak malah
datang ke pos mengajak ke Pustaka Apung, mereka sangat santai dan semangat,”
beber Kapospol Yusuf.
Namun, berdirinya Pustaka
Apung, sebenarnya bukan hanya atas inisiatif dirinya, namun juga beberapa kawan
guru serta Patriot Negeri yang bertugas di Pulau Balikukup.
Kapospol Yusuf dan
kawan-kawan pendiri Pustaka Apung pun memiliki target dan harapan untuk
anak-anak pulau, salah satunya agar mereka tidak berhenti menimba ilmu
pengetahuan, menjadi generasi muda yang mampu bersaing dengan generasi muda
lainnya, tidak tertinggal oleh zaman yang harus semakin mengandalkan ilmu
pengetahuan di setiap tapak dan jejaknya.
“Anak-anak tidak boleh
putus sekolah, apalagi sampai buta menulis dan membaca. Karena itulah modal
utama kita menghadapi kehidupan yang semakin keras. Di sini juga, kami tidak
cuma belajar saja, tapi juga kami berikan mereka semangat dan motivasi-motivasi
agar mereka tetap semangat menempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebih
tinggi,” ucapnya sambil menunjukkan pohon impian anak-anak Pulau Balikukup,
yang terpampang didinding salah satu sudut Pustaka Apung Balikukup.(tim)
0 comments :
Post a Comment