Istimewa |
“Hutan Lindung
Sungai Lesan (HLSL) begitu masyarakat menyebutnya. HLSL yang berada di
Kecamatan Kelay ini diapit oleh empat kampung, yakni Kampung Muara Lesan, Lesan
Dayak, Sidobangen dan Merapun”
TANJUNG REDEB, PORTAL BERAU
Tak dipungkiri
untuk menuju objek wisata alam HLSL ini memang membutuhkan waktu yang cukup
lama, para wisatawan harus menempuh perjalanan selama 4 jam dari Kota Tanjung
Redeb menuju Kampung Lesan Dayak. Sesampainya di sana wisatawan harus kembali
menempuh perjalanan mengunakan perahu kecil (ketinting) dengan menyusuri Sungai
Kelay dan Sungai Lesan selama 45 menit.
Rasa
lelah selama perjalanan panjang menuju HLSL akan pudar tatkala wisatawan mulai
menyusuri hutan, dimana hutan lindung yang luasnya mencapai 11.238 hektar ini
memiliki ratusan jenis flora dan fauna yang cukup langka. Salah seorang
pegelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Operasi Wallacea Terpadu (OWT) Samuel
menjelaskan, kawasan HLSL ini selain menjadi rumah bagi ratusan jenis flora dan
fauna namun juga menjadi lokasi konservasi habitat orang utan. Disini juga
terdapat jenis burung Bangau Strom yang jumlahnya di dunia hanya tersisa 1000
ekor.
“Selain
menjadi kawasan hutan lindung di sini juga menjadi objek wisata alam yang
sangat bagus dan menantang. Selain itu disni juga rumah bagi berbagai macam
jenis pohon yang dilindungi, ada Ulin, Meranti, Bengkirai, bahkan ada Bengkirai
yang usianya sudah lebih 100 tahun,” ujar pria berkulit sawo matang ini.
Keberadaan
HLSL ini memang saat ini masih sangat awam bagi wisatawan lokal, namun ternyata
HLSL ini sudah sangat terkenal di kalangan wisatawan asing, seperti halnya
Nicky Van Meer, wisatawan asal Belanda ini mengaku sengaja datang ke Indonesia
hanya untuk menikmati keindahan hutan tropis yang ada di Kalimantan terutama di
wilayah HLSL.
“Saya
sudah datang ke berbagai negara, tapi Kalimantan merupakan pulau yang memiliki
hutan yang sangat baik, di sini banyak sekali pohon pohon yang memang tidak
saya temukan di negara manapun selain di Indonesia. Saya berjalan kaki kurang
lebih 9 jam menyusuri hutan ini, selama itu saya menemukan berbagai macam hal
baru. Saya berfikir mungkin tahun depan akan saya agendakan untuk kembali ke
sini lagi,” ujarnya.
Bukan
hanya Nicky, petualangan yang ada di HLSL ini juga menarik perhatian Ruud
Venropi, pria asal belanda dan berusia hampir 60 tahun ini mengaku mengetahui
keberadaan HLSL dari internet. Setelah melihat kondisi HLSL dan sejumlah flora
dan fauna yang ada Ruud memutusan mengujungi Indonesia terkhusus HLSL. “Saya
kesini bersama istri saya, saat baru pertama kali datang ke sini yang saya
rasakan adalah ketenangan dan kesegaran udara,” jelasnya.
Saat
ini sendiri keberadaan HLSL berada di bawah pengawasan dari Kesatuan Pengelolan
Hutan Produksi (KPHP) Berau Barat di bawah binaan Dinas Kehutanan Provinsi
Kaltim. Dalam sejarahnya, keberadaan HLSL sudah beberapa kali mengalami
perubahan status dan pengelolaan, namun kini stastusnya sebagai hutan lindung
tetap dipertahankan mengingat fungsi ekologisnya sebagai penyangga air dan
keanekaragaman hayati. (hms5)
0 comments :
Post a Comment