JAKARTA, PORTALBERAU-
Menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi untuk mengoptimalkan produksi sawit di
Indonesia, Kantor Staf Presiden terus mendorong kebijakan industri kelapa sawit
di Indonesia untuk memfokuskan pada peningkatan produktivitas, dan bukan hanya
penambahan luas lahan kebun.
Hal itu dikatakan Kepala Staf Kepresidenan ketika
menerima perwakilan 12 kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap
pembenahan tata kelola kelapa sawit Indonesia di Bina Graha, Jakarta, 26
Februari 2018.
Kelompok masyarakat sipil yang
bergerak dalam mengawasi dan mengadvokasi sektor sawit yang hadir dalam
pertemuan itu antara lain Madani, Kaoem Telapak, Kemitraan, ELSAM, KEHATI,
SPKS, Sawit Watch, ICEL, WRI, Greenpeace, FWI, dan Tuk Indonesia.
Mereka
berharap Rancangan Instruksi Presiden tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan
Perkebunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas yang akan segera dikeluarkan
dapat menjadi instrumen untuk mendorong peningkatan produktivitas kelapa sawit
di Indonesia.
Teguh Surya dari Madani menyatakan,
“Evaluasi perizinan harus dilakukan dengan cara yang lebih transparan, peduli
pada penyelamatan lingkungan hidup dan hak asasi manusia.” Teguh menitipkan 11
masukan kepada pemerintah agar Indonesia bisa membangun perkebunan kelapa sawit
yang berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat bukan kelompok
tertentu saja.
Teguh menambahkan pentingnya
komitmen pemerintah untuk membentuk tim kerja yang transparan dan terbuka dalam
mengevaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit. Sebagai catatan, tingkat
kepatuhan Wajib Pajak Badan di sektor kelapa sawit turun dari 70,6% tahun 2011
menjadi 46,3% tahun 2015. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Perorangan turun dari
42,3% tahun 2011 menjadi 6,3% tahun 2015. Pada tahun 2016, masih terdapat lebih
dari 3 juta ha izin Hak Guna Usaha (HGU) yang tumpang tindih.
Perwakilan 12 kelompok masyarakat
sipil ini juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dengan Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK), mengingat kompleksitas perizinan kelapa sawit
melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk penegak hukum. Pada tahun 2016,
KPK telah membuat kajian tentang Sistem Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit yang
diharapkan dapat membantu mencegah praktik korupsi perizinan dan penggelapan
penerimaan negara dari sektor kelapa sawit.
Dari Moratorium Hingga Peremajaan
Pada bulan April 2016, Presiden
Jokowi telah mengumumkan rencana moratorium atau penghentian sementara
izin-izin baru untuk perluasan kelapa sawit untuk industri. Kebijakan
moratorium khususnya perluasan tanaman kelapa sawit akan memberi dampak positif
bagi peningkatan produksi kelapa sawit. Dengan luasan yang sama pemilik kebun
akan berusaha memaksimalkan hasil.
Pemerintah juga memfokuskan untuk
meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat yang luasnya mencapai
4,55 juta ha. Selama ini, pengelolaan dinilai kurang maksimal. Titik lemahnya
adalah pemilihan bibit dan pemupukan. Peningkatan produktivitas dapat dikejar
dengan penggunaan bibit unggul dan pemupukan yang tepat berdasar kondisi tanah.
Jika hal tersebut dilakukan, produksi tandan buah segar (TBS) bisa
meningkat 2 kali lipat, tanpa harus menambah luas lahan.
Akhir tahun 2017 lalu, Presiden
Jokowi juga melakukan pencanangan peremajaan kebun kelapa sawit di Pulau
Sumatera melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan,
Pemerintah melakukan peremajaan kebun sawit seluas 4.400 hektar yang dikelola
oleh masyarakat, yang pembiayaannya ditanggung oleh Pemerintah.
Sementara pada
bulan November 2017, Presiden Jokowi mencanangkan peremajaan sawit pada wilayah
yang lebih luas di Sumatera Utara. Sebanyak kurang lebih lahan seluas 9.109,29
hektare yang tersebar di 12 kabupaten perlu diremajakan, antara lain Serdang
Bedagai, Langkat, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Batubara,
Simalungun, Labuhan Batu Utara, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Deli Serdang,
dan Tapanuli Tengah.
Dalam dua kesempatan tersebut,
Presiden Jokowi menginstruksikan peremajaan dimulai dari tanaman sawit yang
paling tua, yang umurnya sudah di atas 25 tahun dan produktivitasnya sudah
sangat rendah. Luasan kebun sawit yang sudah tua saja diperkirakan mencapai
kurang lebih 350 ribu hektar.
Pelajari Masukan
Dalam pertemuan dengan kalangan
Lembaga Swadaya Masyarakat itu, Moeldoko menyatakan, “Kantor Staf Presiden akan
mempelajari 11 masukan yang baru saja disampaikan dan memastikan akan mendorong
arah pembangunan kelapa sawit yang fokus pada peningkatan produktivitas
(intensifikasi) yang berkelanjutan bukan pembukaan lahan baru
(ekstensifikasi).”
Ia juga menegaskan, “Peningkatan produktivitas sejalan
dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan peremajaan kebun kelapa sawit.”
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga memberi arahan untuk menyelesaikan
masalah tanah-tanah rakyat di kawasan hutan termasuk kebun kelapa sawit rakyat.
Menindaklanjuti masukan dari
masyarakat, dalam waktu dekat, Kepala Staf Kepresidenan akan berkoordinasi
dengan kementerian terkait untuk mendiskusikan Rancangan Instruksi Presiden
tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit dan
Peningkatan Produktivitas.
Pemerintah berharap kebijakan yang
baru dapat meningkatkan produktivitas bukan sekadar penambahan lahan. Kebijakan
yang baru diharapkan dapat mendorong produktivitas perkebunan sawit Indonesia
mencapai 8 ton/ha/tahun. Saat ini, produktivitas Indonesia baru mencapai 2-4
ton/ha/tahun, masih kalah dari Malaysia yang bisa mencapai 10
ton/ha/tahun. (kemendagri.go.id)
0 comments :
Post a Comment