TANJUNG
REDEB, PORTALBERAU- Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALA) dan Pimpinan Komisariat Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIEM Tanjung Redeb, mendesak Pemkab Berau untuk
segera menghentikan perjanjian atau MoU antara Pemkab Berau dengan PT Taman
Impian Jaya Ancol yang dinilai mengkomersilkan Hiu Paus.
Sekilas tentang Hiu Paus atau Rhincodon
typus, adalah satwa pemakan plankton
yang merupakan spesies ikan terbesar. Ikan ini disebut juga whale shark karena
ukuran tubuhnya yang besar dan kebiasaan makannya dengan menyaring air laut
menyerupai kebanyakan jenis paus.
Belum
lama ini, Pemkab Berau dengan PT Taman Impian Jaya Ancol, telah melakukan
kesepakatan kerjasama untuk melakukan translokasi satwa lindung Hiu Paus dari
perairan Kabupaten Berau, yang secara prinsip Undang-Undang tentang perlindungan
satwa liar nomor 5 Tahun 1990 dan PP 60 Tahun 2007, merupakan satwa yang harus
dilindungi dihabitat aslinya. Bukan justru dijadikan sebagai alat komersil
dengan dalil pendidikan konservasi di Ancol Jakarta.
“Kami
dari MAPALA dan PK IMM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah (SITEM) Tanjung
Redeb, Berau, meminta agar Pemkab Berau menghentikan MoU tersebut. Karena hal
ini merupakan sebuah sikap yang tidak berpihak pada keberlangsungan alam dan
satwanya secara alamiah,” ungkap Ketua MAPALA Stiem Tanjung Redeb, Erwin.
Hiu
Paus, lanjut Erwin, harus berada di alam liarnya yaitu di perairan laut Kabupaten
Berau.
“Bukan
untuk dikomersilkan demi alasan sarana pendidikan yang pastinya mencederai
nilai-nilai dan prinsip konservasi” tegasnya.
Selain
itu, menurutnya untuk mengembangakan wisata bahari di Kabupaten tidak lantas
dengan membawa satwa yang menjadi kebanggaan warga Berau ke pusat wisata di
Ancol, Jakarta.
“Seharusnya
pemerintah membangun skema wisata yang lebih baik dengan mendatangkan wisatawan
lebih banyak ke Kabupaten Berau ini. Jika itu dilakukan maka harapannya dapat
memberikan kontribusi kepada masyarakat langsung, baik dari pengelola Hotel,
Transportasi wisata, hingga kepada warga yang berdagang dan berjualan
dilokasi-lokasi wisata yang ada di Berau,” ujarnya.
Senada
dengan hal tersebut, Ketua PK IMM Yusriansah mengatakan Alasan Pemkab Berau
dalam melakukan perjanjian kerjasama itu salah satunya adalah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata di Ancol. Hal
ini justru tidak sejalan dengan semangat kerakyatan dalam memajukan industri
pariwisata di Berau.
Lebih
lanjut Yusriansah mengatakan jika memang Pemkab Berau bersungguh-sungguh untuk
mengembangkan industri pariwisata Berau, haruslah melakukan pengembangan kepada
masyarakat, bukan justru membawa aset wisata keluar dari Berau.
Ia
juga mengatakan jika para wisatawan atau pengunjung yang ingin belajar dan
melihat langsung keunikan Hiu Paus, harus datang langsung ke Kabupaten Berau.
“Dan
kami meminta kepada Pemkab Berau untuk lebih serius dalam membangun Berau dari sektor
Wisata yang berkeadilan lingkungan dan berpihak kepada masyarakat kecil. Bukan
justru menguntungkan segelintir orang-orang yang akan merugikan orang banyak,”
ungkapnya.
Terkait
hal ini, mereka juga meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Republik Indonesia untuk tidak memberikan izin atau membiarkan kondisi tersebut
terjadi.
“Karena
kami yakin dan percaya bahwa negara ini masih beradab dalam mensejahterakan
rakyat dan bangsanya,” tuturnya.
Menurutnya,
Hiu Paus memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak dapat digantikan oleh
manusia, sebagaimana International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang telah memasukkan
hiu paus ke dalam status rentan (vulnerable). Kerentanan itu, dikatakannya
karena Hiu Paus menghadapi penangkapan ikan komersial karena nilainya
yang cukup tinggi dalam perdagangan (sirip).
(Tim)
0 comments :
Post a Comment