SAMARINDA, PORTALBERAU- Secara umum kegiatan usaha
pertambangan batu bara dilakukan tidak secara ramah lingkungan bahkan diindikasi
banyak merusak lingkungan. Buktinya, apabila terjadi curah hujan cukup
tinggi maka berisiko selain banjir juga tanah longsor serta banyak lahan
pertanian yang tertimbun lumpur limbah galian tambang.
“Pertambangan batu bara banyak merusak lingkungan dan
hanya menyengsarakan rakyat,” kata Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak di
hadapan jajaran Kemenko Polhukam, pekan lalu.
Dia menyebutkan pada tahun 2017 ada sekitar 1.404 izin
usaha pertambangan (IUP) yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota
se-Kaltim. Efek dari kegiatan yang tidak ramah lingkungan itu telah menyisakan
tidak kurang 332 void (lubang tambang) di kawasan pertambangan yang belum
ditutup (reklamasi). Bahkan beberapa void diantaranya telah menjadi lubang maut
karena menelan korban jiwa masyarakat sekitar kawasan pertambangan sebab
tenggelam di kubangan air itu.
“Jadi saya beranggapan selama ini pertambangan batu
bara hanya membawa masalah bagi masyarakat dan lingkungan,” tegasnya.
Karenanya, peralihan atau perlimpahan kewenangan IUP
dari pemerintah kabupaten dan kota ke provinsi akan dimanfaatkan gubernur untuk
melakukan evaluasi dan penertiban. Menurut Awang, ratusan kegiatan usaha
pertambangan yang perlu ditertibkan bahkan tidak sedikit yang harus dicabut
izinnya.
“Pencabutan IUP telah dilakukan baik melalui keputusan
bupati dan walikota maupun gubernur. Yang pasti perusahaan yang melanggar
aturan dan tidak memperhatikan tata kelola lingkungan yang baik pasti kita
cabut,” ungkapnya.
Gubernur menambahkan pihaknya telah membuat kebijakan
berupa moratorium untuk izin perkebunan, pertambangan batu bara dan kehutanan.
“Kami meminta pusat melalui kementerian terkait agar
bisa membantu program moratorium di daerah. Sebab masih ada yang berusaha di
sini tapi kewenangannya pusat,” jelasnya. (humas pemprov kaltim)
0 comments :
Post a Comment