TANJUNG REDEB,
PORTALBERAU- "Saya yakin tidak ada transaksi jual beli pulau di Berau
dengan warga negara asing (WNA) karena itu pada masa kepemimpinan saya".
Kalimat itulah yang pertama kali dituturkan oleh mantan Bupati
Berau, Makmur HAPK, ketika mengetahui ramainya pemberitaan terkait pengusiran
wisatawan lokal oleh WNA lantaran diduga pulau sudah dijual.
Ketika menjadi perbincangan hingga tayang di salah satu
televisi nasional, pemberitaan pengusiran wisatawan lokal oleh WNA di Pulau
Maratua, mantan orang nomor 1 di Kabupaten Berau yang menjabat selama 2 periode
tersebut, memanggil awak media untuk memberikan penjelasan. Ini karena dirinyalah
yang menjabat sebagai Kepala Daerah saat itu, dimana ia mengetahui benar apa
yang terjadi.
Memasuki halaman rumahnya, beliau menyambut rombongan
wartawan dengan ramah. Setelah dipersilakan duduk, suguhan makanan ringan
berbagai jenis gorengan, buah rambutan dan beberapa cangkir susu cokelat
hangat, memulai perbincangan santai di sore hari menjelang senja.
"Kepemilikan pulau tersebut adalah Aji Banjar, warga
asli Berau. Kalaupun ada jual beli lahan, itu dilakukan dengan warga lokal
juga, bukan dengan warga asing. Tetapi, kalau untuk pengelolaannya memang
biasanya bekerjasama dengan orang luar, dan itu sudah berlangsung sejak
1990," terangnya di hadapan para awak media termasuk portalberau.online,
beberapa waktu lalu.
Setelah membuka dengan cerita kepemilikan, ia juga
menceritakan tentang keberadaan Pulau Bakungan. Bahkan, dikatakannya, pada saat
dirinya menjabat sebagai wakil bupati, dan melakukan pelantikan kepala kampung
(Kakam), Pulau Bakungan itu sudah ada.
"Kalau Bakungan itu di tahun 1993, kepemilikannya masih
warga asli sana. Tetapi pengelolaan resortnya dilakukan dengan warga asing.
Bahkan, saat saya mengikuti pameran di Singapura, dimana saat itu Derawan
menjadi salah satu yang ditampilkan, ternyata tour guidenya juga ada beberapa
yang merupakan warga asing. Dan saat saya memasuki stand Kementerian
Pariwisata, juga ada beberapa warga asing di dalamnya, yang memberikan
penjelasan kepada pengunjung," lanjutnya.
Tak hanya itu, ketika menjabat sebagai kepala daerah, ia
juga menceritakan bagaimana ia menemukan salah satu kecurangan yang dilakukan
oleh warga asing, yakni pengelola resort di Pulau Sangalaki.
"Waktu saya awal menjabat sebagai Bupati, saya mengecek
data dan dokumen yang ada di daerah wisata seperti Derawan, Maratua, dan
Sangalaki. Dan saat di Pulau Sangalaki, saya menemukan adanya pengelolaan pulau
yang hanya berdasarkan visa oleh seorang WNA yang bernama Jeremy. Dan ternyata,
pengelolaan pulau dengan dasar visa itu tidak diperbolehkan. Maka dengan tegas,
saya meminta WNA tersebut angkat kaki dari Sangalaki. Alhasil, semua aset yang
sudah dibangun di Sangalaki seperti resort dan lain sebagainya, diserahkan
kembali kepada negara, sedangkan WNA tersebut pun sportif meninggalkan pulau, karena memang tidak sesuai
aturan," bebernya sembari menyeruput secangkir teh hangat.
Karenanya, untuk permasalahan jual beli pulau ke WNA ini menurut
Makmur memang sudah pernah ramai diperbincangkan, dan kini mulai mencuat kembali.
Makmur bahkan menegaskan, untuk permasalahan tanah atau lahan ini sebenarnya
yang paling mengerti adalah RT, Lurah dan Camat. Karena untuk pengurusan jual
beli lahan atau tanah juga memerlukan tandatangan mereka.
"Kalau beli tanah kan yang dimintai tandatangan ya RT,
Lurah, Camat, bukan Bupati. Jadi kalau camat bilang tidak ada jual beli, saya
yakin pasti tidak ada. Tetapi sebagai Kepala Daerah kan tidak bisa diam saja kan,
tetap harus mengecek kebenaran tersebut. Makanya waktu saya menjabat, semuanya
saya cek ulang, dan ternyata terbukti ada 1 kan yang tidak sesuai aturan, yakni
di Pulau Sangalaki itu," tegasnya.
Di akhir perbincangan, Makmur juga mengungkapkan untuk meminta
WNA keluar dari pulau memang pernah terjadi, tetapi untuk pengusiran tidak pernah
terjadi. (Tim)
0 comments :
Post a Comment