Suasana pelatihan pemetaan lahan yang diikuti staf dan pemuda Karang Taruna Kampung Labanan Makmur, Teluk Bayur, beberapa waktu lalu. |
TELUK BAYUR, PORTALBERAU-
“Belajar itu bukan hanya di bangku kuliah, belajar itu bisa dimana saja,”
begitu kata Kepala Kampung Labanan Makmur, Kecamatan Teluk Bayur, Mupit
Datusahlan, disela-sela kegiatan pelatihan pemetaan lahan, yang diikuti
sejumlah staf kampung dan pemuda Karang Taruna, beberapa waktu lalu.
Pelatihan pemetaan lahan
yang dilaksanakan di aula serbaguna Kantor Kepala Kampung Labanan Makmur
tersebut, merupakan yang pertama kali dilakukan pada masa kepemimpinannya.
Pelatihan tersebut berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 17.00 Wita.
Adapun tujuan pelatihan
yang merupakan bagian dari program sekolah rakyat yang mulai digencarkan
Kampung Labanan Makmur ini, salah satunya untuk memperkenalkan kegunaan dan
cara mengoperasikan alat Global Positioning System (GPS) yang kerap digunakan
dalam melakukan pemetaan lahan.
Persoalan peta dan batas
lahan, menurut Kepala Kampung lulusan S2 Universitas Negeri Pahang, Malaysia, ini
merupakan persoalan klasik yang sering terjadi di kampung kelahirannya maupun wilayah
lain yang ada di Kabupaten Berau. Namun, untuk menyelesaikan sengketa terkait
lahan, tidak serta merta dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan GPS.
“Kita sering jumpai
permasalahan dalam masyarakat soal tanah, itu berkaitan dengan peta dan luasan
lahan. Sebenarnya ada kesalahan berpikir kita yang selama ini menganggap alat
GPS sebagai hakim untuk menyelesaikan konflik tanah. Padahal sebenarnya, alat
GPS sendiri belum bisa menjadi hakim. Dia hanya sebatas alat bantu untuk
mengurangi konflik di masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya pelatihan
pemetaan lahan menggunakan GPS, diakuinya memang bukan lantas mengandalkan alat
tersebut untuk menyelesaikan konflik tanah yang ada. Namun, masih ada beragam
alat ukur yang lebih akurat dan dapat menjadi hakim atas luas dan batas lahan. Pelatihan
tersebut diberikan agar para staf kampung maupun masyarakat yang tergabung
dalam pemuda Karang Taruna dapat memahami cara kerja GPS dalam menentukan batas
lahan.
“Ada alat yang
berkemampuan lebih detail dalam memetakan lahan, bahkan sampai batas atau patok
tanah dalam satuan milimeter. Itu baru alat yang bisa kita gunakan sebagai
hakim. Kalau GPS selama ini memang alat yang umum digunakan setiap kampung,
namun keakuratannya masih kurang,” jelasnya.
Lanjut Mupit, dengan
pelatihan tersebut diharapkan para staf maupun peserta lain yang telah mendapat
pelatihan mampu untuk meningkatkan kapasitas pengetahuannya dalam hal pemetaan
lahan.
“Ke depan ini akan sangat
berguna dalam proses pelayanan pembuatan surat oleh kampung, atau dalam hal pengukuran,
meski belum bisa dikatakan akurat namun setidaknya teman-teman sudah mengenal
kegunaan juga cara mengoperasikannya, yang kemudian nanti dapat ditingkatkan ke
jenjang lebih tinggi sebagai tenaga profesional negara,” tandasnya. (Tim)
0 comments :
Post a Comment