BATU PUTIH, PORTALBERAU- Belakangan ini Warga Pulau
Balikukup, Kecamatan Batu Putih diresahkan dengan kehadiran nelayan andon dari
luar daerah yang aktif di Perairan Berau. Ini merupakan buntut dari serangkaian
kedatangan kapal-kapal luar daerah awal Maret 2018
lalu.
Diduga, tujuan kapal-kapal tersebut adalah untuk mendapatkan
komoditi laut berharga seperti cumi-cumi batu, gurita, teripang dan ikan.
Kegelisahan Masyarakat Balikukup tersebut cukup beralasan
karena berdasarkan pengamatan nelayan setempat, tercatat sekurangnya 13 buah
kapal berlalu-lalang di Perairan Batu Putih hingga Karang Muaras (Pulau Maratua).
Suriyadi, salah satu nelayan pancing Balikukup yang sekaligus
merupakan Ketua Kelompok Nelayan Balikukup mengatakan sangat mudah untuk
mengenali kapal-kapal dari luar daerah tersebut. Pasalnya sebagian besar dari
armada kapal mereka berbentuk seperti sabut kelapa.
Pria yang akrab disapa Adi tersebut juga menyebutkan saat
ini rata-rata nelayan geram dengan keberadaan kapal luar daerah tersebut.
“Saya berupaya sebisa mungkin menenangkan anggota
kelompok nelayan saya,” ungkapnya.
Puncak dari kegeraman masyarakat terjadi ketika dua kapal
nelayan luar daerah itu merapat di Pulau Balikukup sekitar satu bulan yang lalu.
Beberapa nelayan lokal memberanikan diri untuk naik ke kapal luar daerah guna
memeriksa kelengkapan dokumen kapal.
Dugaan masyarakat Balikukup ternyata benar, dua kapal
yang bersandar tidak memiliki izin dari otoritas Kalimantan Timur. Mereka hanya
mengandalkan surat andon dari daerah asalnya.
Selain itu, nelayan Balikukup menduga bahwa kapal luar
daerah itu mengeruk dan mengangkut sumber daya laut.
“Desas-desusnya mereka juga mengambil kima, padahal itu
adalah biota laut yang sudah dilindungi, tapi sayang kami tidak mendapatkan
barang bukti” tambah Adi.
Sementara itu, Ketua Forum Pemuda Bahari Indonesi (FPBI)
Berau, Yudistira, mengatakan selain membawa Surat Tanda Keterangan Andon (STKA)
dari Provinsi asal, kapal-kapal luar daerah seharusnya dilengkapi juga dengan
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari otoritas Provinsi Kalimantan Timur.
“Regulasinya sudah ada, tentang penangkapan ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sehingga
dokumen seharusnya dilengkapi. Kalau soal ketidaklengkapan dokumen nelayan luar
daerah itu ranah petugas untuk menyelidiki, masyarakat sudah memberikan
laporan” kata Yudis.
Namun dari kasus tersebut, ia justru mengkhawatirkan
timbulnya potensi konflik horizontal yang dapat terjadi jika tidak diberikan solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.
Yudis berharap jika laporan ini segera mendapatkan
tanggapan dari pemerintah dan dia berharap agar masyarakat khususnya nelayan
Balikukup bersabar serta mengedepankan kekeluargaan dan musyawarah serta
mufakat guna mencari jalan keluar permasalahan tersebut. (Tim)
0 comments :
Post a Comment